1.
Pendahuluan
Salah satu
permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendahnya
mutu pendidikan pada aetiap jenjang dan jenis pendidikan dan satuan pendidikan.
Beberapa fakta yang menunjukkan bahwa kualitas pendidikan kita masih rendah,
hal ini terlihat jika dibandingkan dengan Negara lain. Laporan UNESCO November
2007, menyebutkan peringkat Indonesia di bidang pendidikan turun dari 58 ke 62.
Dalam peringkat 130 negara itu Malaysia berada di urutan 56 dan korsel ke-5.
Rendahnya mutu pendidikan Indonesia juga tercermin pada kesulitan perubahaan
mencari tenaga kerja. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum
2007-2008 berada di level 54 dari 131 negara. Jauh di bawah peringkat daya
saing sesame Negara ASEAN, seperti Malaysia yang berada di urutan ke-21 dan
Singapura di urutan ke-7 hal ini disebabkan oleh kualitas sumber daya manusia
juga yang menjadi faktor penyebab rendahnya adaya saing di samping
infrastruktur, birokrasi, lingkungan serta perangkat dan penegakan hukum.
Berbagai
usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan, baik yang dilakukan
pada tingkat nasional maupun daerah, antara lain melalui pelatihan dan
peningkatan kompetensi guru, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan,
pengadaan buku dan alat pelajaran.
Namun demikian berbagai indicator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Berdasarkan masalah ini maka dalam upaya meningkatakan mutu pendidikan selain melalui cara-cara yang di atas, juga perlu adanya peningkatan mutu manajemen sekolah, salah salah satu diantaranya adalah meningkatkan efektivitas pelaksanaan pengendalian yang berorientasi pada mutu. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh kepala sekolah maupun oleh pengawas pendidikan.
Namun demikian berbagai indicator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Berdasarkan masalah ini maka dalam upaya meningkatakan mutu pendidikan selain melalui cara-cara yang di atas, juga perlu adanya peningkatan mutu manajemen sekolah, salah salah satu diantaranya adalah meningkatkan efektivitas pelaksanaan pengendalian yang berorientasi pada mutu. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh kepala sekolah maupun oleh pengawas pendidikan.
2. Konsep
Mutu dalam Pendidikan
Issu tentang
mutu sangat deras berkembang di lingkungan pendidikan pada penghujung abad XX
terutama di Indonesia sebagai negara berkembang. Salah satu sebabnya adalah
karena dari tahun ke tahun lulusan SLTA dan Perguruan Tinggi sebagai angkatan
kerja yang tidak memperoleh kesempatan kerja semakin besar. Identifikasi
terhadap kondisi tersebut dialamatkan pada rendahnya mutu lulusan, dalam arti
pengetahuan, keterampilan, dan keahlian yang dikuasainya tidak sesuai dengan
kualifikasi yang dituntut lapangan kerja yang ada atau sangat rendah
kemampuannya untuk mandiri dalam bekerja.
Beeby (
dalam A.Sabur,1998:33) melihat mutu pendidikan
dari tiga perspektif yaitu: perspekstif ekonomi, sosiologi dan pendidikan.
Berdasarkan perspektif ekonomi, yang bermutu adalah pendidikan yang mempunyai
kontribusi tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi. Lulusan pendidikan
secara langsung dapat memenuhi angkatan kerja didalam berbagai sektor ekonomi.
Dengan bekerjanya mereka pertumbuhan ekonomi dapat didorong lebih tinggi.
Menurut pandangan sosiologi, pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang
bermanfaat terhadap seluruh masyarakat dilihat dari berbagai kebutuhan
masyarakat, seperti mobilitas sosial, perkembangan budaya,
pertumbuhan kesejahteraan, dan pembebasan kebodohan. Dalam konteks
persekolahan mutu dipandang sebagai kemampuan sekolah untuk merespon dan
memenuhi kebutuhan murid dan masyarakat, hal ini sebagaimana dikemukakan
Phillip (1977:57):’quality in school is, in part at least, defined by the
school’ ability to respond to and satisfy these needs.“. Lebih lanjut
dikemukakan :“ school are not only about meeting the needs of children; they
must meet the needs of society as well. Sedangkan menurut perspektif pendidikan,
melihat mutu pendidikan dari sisi pengayaan (richness)
dari proses belajar mengajar dan dari segi kemampuan lulusan dalam
hal memecahkan masalah dan berfikir kritis.
Menurut
Beeby (dalam A.Sabur,1998:.35) mutu dalam pendidikan harus mengkaji makna
esensi yang amat mendasar yang memberikan ciri tertentu terhadap pendidikan
yang bermutu yang berbeda dari pendidikan yang tidak bermutu. Untuk sampai
kepada konsep ini maka mutu dapat dikaji baik dari segi proses dan segi produk
maupun dari sisi internal dan sisi fitness atau kesesuaian.
Mutu dari
segi proses mengandung arti efektivitas atau ketepatan dan efisiensi
keseluruhan faktor-faktor atau unsur-unsur yang berperan dalam proses
pendidikan. Sekolah yang berada di daerah kumuh dan sekolah yang beroperasi di
daerah elit, misalnya, meskipun menerima calon siswa yang sama, tetapi karena
kualifikasi guru, kelengkapan sarana dan prasarana, suasana belajar yang
berbeda, pengelolaan yang tingkat efisiensinya juga tidak sama, maka proses
pendidikan pada sekolah di daerah elit akan jauh lebih baik karena faktor
ketepatan, kelengkapan, dan efisiensi pengelolaan yang lebih sempurna.
Keunggulan dalam proses pendidikan dengan sendirinya akan menghasilkan produk
yang berbeda. Tingkat kemampuan lulusan dalam arti penguasaan ilmu,
keterampilan dan pengalaman para lulusan sekolah elit yang proses pendidikan
lebih baik, mutunya akan berbeda dari sekolah di daerah kumuh. Dengan demikian
mutu proses akan menghasilkan mutu lulusan yang berbeda.
Mutu dapat juga dikaji dari sudut internal efisiensi dan fitness, secara internal efisiensi, pendidikan yang bermutu itu adalah bilamana tujuan-tujuan kelembagaan dan kurikuler yang telah ditetapkan sebelumnya dapat dipenuhi atau dicapai. Sedangkan mutu pendidikan dalam pengertian fitness atau kesesuaian adalah bilamana lulusan yang dihasilkan memenuhi kebutuhan tenaga kerja, dipasaran, baik di sektor industri maupun sektor kegiatan domestik.
Dari
pandangan Beeby di atas dapat disimpulkan bahwa mutu pendidikan itu dapat
dilihat dari sisi proses dan lulusan yang dihasilkannya. Pendidikan yang
bermutu dari sisi proses diukur oleh ketepatan, kelengkapan dan
efisiensi pengelolaan faktor-faktor yang terlibat dalam proses pendidikan serta
peserta didik mengalami proses pembelajaran yang bermakna, yang ditunjang oleh
proses belajar mengajar yang efektif. Sedangkan mutu pendidikan dilihat dari
sisi produk yakni apabila lulusan/siswa (1) dapat menyelesaikan studi dengan
tingkat penguasaan yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi
sebagaimana telah ditetapkan dalam tujuan pendidikan di sekolah, (2) memperoleh
kepuasan atas hasil pendidikannya karena ada kesesuaian antara penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan kebutuhan hidupnya, (3) mampu memanfaatkan
secara fungsional ilmu pengetahuan dan teknologi hasil belajarnya demi
perbaikan kehidupannya; dan (4) dapat dengan mudah memperoleh kesempatan kerja
sesuai dengan tuntutan dan harapan dunia kerja.
Edward
Sallis (1993:22) mengemukakan konsep mutu dalam kaitan dengan Total Quality
Management (TQM), dimana menurutnya mutu itu harus dipandang sebagai konsep
yang relatif bukan konsep yang absolut. Definisi relatif tersebut memandang
mutu bukan sebagai sesuatu yang dianggap berasal dari produk atau layanan
tersebut. Mutu dapat dikatakan ada apabila sebuah layanan memenuhi spesifikasi
yang ada. Mutu merupakan sebuah cara yang menentukan apakah produk terakhir
sesuai dengan standar atau belum. Produk atau layanan yang memiliki mutu, dalam
konsep relatif ini tidak harus mahal dan ekslusif. Definisi relatif tentang
mutu tersebut memiliki dua aspek. Pertama adalah menyesuaikan diri dengan
spesifikasi dan kedua, memenuhi kebutuhan pelanggan. Cara pertama, penyesuaian
diri terhadap spesifikasi, sering disimpulkan sebagai ’sesuai dengan tujuan dan
manfaat’. Kadangkala definisi ini sering dinamai definisi produsen tentang
mutu. Mutu bagi produsen bisa diperoleh melalui produk atau layanan yang
memenuhi spesifikasi awal yang telah ditetapkan dalam gaya yang konsisten. Mutu
didemontrasikan oleh produsen dalam sebuah sistem yang
dikenal sebagai sistem jaminan mutu, yang memungkinkan produksi
yang konsisten dari produk dan jasa untuk memenuhi standar atau spesifikasi
tertentu. Bilamana produk atau jasa yang dihasilkan telah memenuhi spesifikasi
atau standar-standar yang telah ditetapkan tadi, maka produk atau jasa itu
bermutu.
Sallis
(1993:38) mengindentifikasikan dan mengelompokan konsumen atau pelanggan
pendidikan ke dalam dua kelompok besar, yaitu pelanggan internal dan pelanggan
eksternal. Pelanggan internal meliputi para pendidik
dan staf pendukung. Sedangkan pelanggan eksternal meliputi pelanggan
eksternal utama adalah peserta didik; pelanggan eksternal sekunder adalah orang
tua, pemerintah dan employers; serta pelanggan eksternal tersier adalah pasaran
kerja, pemerintah dan masyarakat. Sallis menyarankan agar pendidikan dipandang
sebagai industri jasa, dan usaha memenuhi kebutuhan peserta didik harus menjadi
fokus utama dalam mengelola mutu. Sekalipun demikian menurutnya tidak berarti
harus mengabaikan pandangan-pandangan dari kelompok pelanggan lainnya.
Sedangkan
Philip H.Coombs (dalam A.Sabur,1998:53) melihat konsep mutu pendidikan tidak
hanya diukur dari prestasi belajar, seperti yang dikaitkan dengan kurikulum dan
standarnya saja tetapi mutu harus dilihat dari segi relevansi dan sejauh mana
apa yang diajarkan dan dipelajari itu sesuai dengan kebutuhan belajar saat ini
dan untuk masa yang akan datang. Lebih jauh dikemukakan bahwa masalah mutu
pendidikan hendaknya dikaitkan dengan keseluruhan dimensi mutu secara sistemik
yang berubah dari masa ke masa.
Mutu
pendidikan dalam arti luas ditentukan oleh tingkat keberhasilan seluruh faktor
yang terlibat untuk mencapai tujuan pendidikan. Di samping itu mutu pendidikan
tidak saja ditentukan oleh pihak sekolah sebagai lembaga pendidikan, tetapi
juga harus disesuaikan dengan apa yang menjadi pandangan dan harapan masyarakat
yang cenderung selalu berkembang seiring dengan kemajuan jaman. Seiring dengan
kecenderungan ini penilaian masyarakat tentang mutu lulusan sekolah pun
terus-menerus berkembang. Untuk menjawab tentang tersebut, sekolah harus
terus-menerus meningkatkan mutu lulusannya, menyesuaikan dengan
perkembangan tuntutan masyarakat
Dari
beberapa pendapat tentang mutu pendidikan yang dikemukakan di atas, dapat
disimpulkan bahwa mutu itu merupakan derajat sesuatu yang dihasilkan dari
kegiatan evaluasi atau penilaian para penghasil dan atau pihak pemakai. Agar
derajat mutu sesuatu itu dapat ditetapkan, maka atribut-atribut sesuatu beserta
standar atau kriteria-kriteria kebermutuannya terlebih dahulu haras ditetapkan.
Mutu
pendidikan itu bersifat multi dimensi yang meliput aspek input, proses dan
keluaran (output dan outcomes). Oleh karena itu, indikator dan standar
mutu pendidikan dikembangkan secara holistic mulai dari input, proses
dan keluaran. Dengan demikian yang dimaksud dengan Mutu Institusi Pendidikan
adalah kebermutuan dari berbagai pelayanan/services yang diberikan oleh
institusi pendidikan kepada peserta didik maupun kepada tenaga staf pengajar
untuk terjadinya proses pembelajaran yang bermutu sehingga lulusan dapat
berguna dan dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh masyarakat sesuai dengan
bidangnya.
Berbagai
pelayanan-services institusi pendidikan dapat dibagi atas lima jenis pokok jasa
pelayanan, yaitu (a) pelayanan administrasi pendidikan (administration
services); (b) pelayanan pembelajaran (curriculum
services); (c) pelayanan ko-kurikuler (co-curriculum
services); (d) pelayanan
penelitian (researhes services) dan (e) pelayanan
keinformasian pendidikan (information sistem services).
Seperti telah disampaikan di awal bahwa konsep mutu bagi pelanggan berbeda-beda. Robert dan Prevost (dalam Cristopher,1996), berdasarkan hasil penelitiannya telah membuktikan adanya perbedaan dimensi mutu yang meliputi:
1)
Bagi pemakai jasa pendidikan, mutu pelayanan pendidikan lebih terkait pada
dimensi ketanggapan pendidik dalam memenuhi kebutuhan peserta didik sebagai
customers, kepedulian, kelancaran komunikasi/ hubungan antara peserta didik dan
petugas pendidikan
2)
Bagi penyelenggara pendidikan, mutu pelayanan pendidikan lebih terkait pada
kesesuaian pelayanan pendidikan yang diselenggarakan dalam perkembangan ilmu
dan otonomi profesi pendidik.
3) Bagi penyandang dana pelayanan pendidikan, mutu pelayanan lebih terkait kepada efisiensi pemakaian sumber dana dan kewajaran pembiayaan.
Pendapat
lain yang mendukung pernyataan tentang mutu pelayanan pendidikan yaitu: 1)
Dimensi mutu dari seorang customer (peserta didik), dikaitkan dengan
kompetensi keilmuannya, kecepatan pelayanan, kepuasan terhadap lingkungan
fisik, dosen yang ramah, terampil, profesional dan biaya pendidikan yang
terjangkau. Persepsi mutu bagi peserta didik yang paling utama adalah kepuasan.
2) Dimensi mutu dari seorang guru/dosen adalah kelengkapan peralatan, sarana
penunjang mengajar dan metode mengajar serta hasil proses belajar mengajar.
Dalam model
analisis posisi sistem pendidikan yang dikembangkan oleh Abin
(1996:19-21), mutu pendidikan dapat diidentifikasi dari gugus perangkat
komponen sistemnya dan gugus perangkat indikator kinerjanya. Perangkat komponen
sistem meliputi: tujuan, persyaratan ambang, perangkat masukan proses,
perangkat keluaran dan perangkat stakeholders. Sedangkan perangkat kinerja
terdiri atas efisiensi, produktivitas, efektivitas, relevansi, akuntabilitas,
kesehatan organisasi, adaptabilitas dan semangat berinovasi..
Menurut
pandangan Umaedi (1999:7) dalam konteks pendidikan pengertian mutu mengacu pada
proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam proses pendidikan, yang bermutu
terlibat berbagai input, seperti: bahan ajar (kognitif, afektif atau
psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah,
dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber belajar lainnya serta
penciptaan suasana yang kondusif. Manajemen sekolah, dukungan kelas berfungsi
mensinkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponan dalam
proses belajar mengajar, baik antara guru, siswa dan sarana pendukung di kelas
maupun di luar kelas; baik konteks kurikuler maupun ekstra kurikuler. Sedangkan
mutu dalam konteks hasil pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai oleh
sekolah pada setiap kurun waktu tertentu. Prestasi yang dicapai dapat berupa
hasil test kemampuan akademis (Hasil ulangan atau ujian), dapat pula prestasi
bidang lainnya, seperti: olah raga, seni, bahkan prestasi sekolah dapat berupa
kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin,
keakraban, kebersihan, dsb.
3. Konsep Pengendalian Mutu
Pengendalian
mutu atau Quality Control dalam manajemen mutu merupakan suatu
sistem kegiatan teknis yang bersifat rutin yang dirancang untuk
mengukur dan menilai mutu produk atau jasa yang diberikan kepada
pelanggan. Pengendalian diperlukan dalam manajemen mutu utuk
menjamin agar kegiatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, sehingga
produk yang dihasilkan sesuai dengan harapan pelanggan. Tugas
pengendalian mutu dapat dilakukan dengan mengukur perbedaan seperti perencanaan,
rancangan, menggunakan prosedur atau peralatan yang tepat, pemeriksaan, dan
melakukan tindakan koreksi terhadap hal-hal ini menyimpang, diantara dalam hal
produk, pelayanan, atau proses, output dan standar yang sefesisik., oleh
karena itu pengawasan mutu merupakan upaya untuk menajaga agar kegiagan yang
yang dilakukan dapat berjalan sesuai rencana dan mehasilkan output yang
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, hal ini seperti dikemukakan oleh
Amitava Mitra (2001:9) :”quality control may generally be defined as a
system that is used to maintain a desired level of quality in a product or
service.” Tzvetelin Gueorguiev (2006) menyatakan Quality control – processes
are monitored to ensure that all quality requiremnents are being met and
performance problems are solved
Pandangan
yang sama dikemukakan oleh Ishikawa (1995) yang menyatakan pengendalian mutu
adalah pelaksanaan langkah-langkah yang telah direncanakan secara terkendali
agar semuanya berlangsung sebagaimana mestinya, sehingga mutu produk yang
direncakan dapat tercapai dan terjamin.
Definisi yang dikemukakan oleh Ishikawa di atas merupakan pemikiran baru tentang quality control. Menurut pengertian di atas nampak bahwa pengendalian mutu itu mencakup keseluruhan proses atau kegiatan dalam memproduksi atau menghasilkan produk dan jasa yaitu sejak proses pengembangan produk baru sampai produk itu digunakan oleh pelanggan secara memuaskan. Dalam pengertian di atas tersirat pula bahwa pengendalian mutu itu dilakukan dengan orientasi pada kepuasan konsumen. Artinya keseluruhan proses yang diselenggarakan oleh perusahaan ditujukan pada pemenuhan kebutuhan konsumen.
Sejalan
dengan konsep pengendalian mutu di atas. Pengendalian terhadap mutu
pendidikan memang menyangkut unsure input, proses dan output. Hal ini memang
sejalan dengan konsep mutu pendidikan yang dilihat dari unsure input, proses
dan output. Karena itu dalam melaksanakan pengendalian mutu pendidikan, maka
pebngendalian difokuskan terhadap unsure input, proses dan output pendidikan.
Kepala Sekolah dapat merencanakan dan melakukan pengendalian mutu pendidikan
sejak inoput siswa masuk, kemudian dididik di sekolah hingga menjadi lulusan
dari sekolah. Dengan demikian dalam melakukan pengendalian mutu hendaknya
kepala sekolah atau pengawas melihat sekolah atau proses pendidikan sebagai
suatu system.
Dalam
pengendalian mutu agar berjalan efektif membutuhkan adanya perencanaan
yang jelas, lengkap dan terintegrasi agar dapat dilaksanakan sistem pengawasan
yang efekti dan efisien. Perencanaan yang jelas, lengkap dan terintegrasi
diperlukan agar para pimpinan seperti kepala sekolah, wakil kepala
sekolah, tata usaha, serta pimpinan unit lainnya dapat melaksanakan
dan mengendalikan kegiatan dengan baik. Selain itu dalam pengendalian
membutuhkan adanya struktur yang jelas, artinya siapa yang bertanggung jawab
terhadap penyimpangan yang terjadi serta tindakan perbaikan apa yang perlu
diberikan dan oleh siapan tindakan perbaikan itu dilakukan.
Kegiatan
pengendalian mutu mencakup metoda secara umum seperti pemeriksaan yang akurat
terhadap data yang diperoleh dan diolah, dan dengan menggunakan
prosedur yang standar dan diakui. Dilakukan untuk
melakukan perhitungan terhadap pengeluaran-pengeluaran dalam proses
kegiatan, melakukan pengukuran, memperkirakan hal-hal yang tidak menentu, serta
mengarsipkan berbagai informasi dan laporan-laporan. Pengendalian mutu
merupakan suatu kegiatan yang dapat memberikan jaminan terhadap produk yang
dihasilkan dapat memenuhi harapan pelanggan. Dengan demikian banyak keuntungan
yang diperoleh dari pengendalian in, baik bagi lembaga maupun, personil yang
diawasi karena melalui pengawasan terjadi proses perbaikan kinerja, serta
keuntungan bagi pelanggan itu sendiri karena akan mendapat produk
yang bermutu. Secara lebih rinci Amitava Mitra (2001) mengemukakan
beberapa keuntungan pengendalian mutu.
- And foremost is the improvement in the quality of products and services
- The system is continually evaluated and modified to meet the changing needs of the customer
- A quality control system improves productivity, which is a goal of every organization.
- Such a system reduces cost in the long run
- With improved productivity, the lead time for production parts and subassemblies is reduced, which results in impropved delivery dates
B.Tujuan dan Fungsi Pengendalian Mutu
Pengendalian
merupakan alat organisasi, dilakukan untuk menghasilkan produk atau jasa yang
bermutu sehingga pelanggan maupun yang memproduksi merasa puas.
S.Sukmadinata (2006:52) menyatakan: Tujuan pengendalian adalah melakukan
pengukuran dan perbaikan agar apa yang telah direncanakan dapat dicapai secara
optimal. Pandangan yang sama dikemukakan J.M.Juran (1988:166): yang menyatakan
“tujuan utama pengendalian adalah meminimalkan kerusakan ini, dengan tidakan
cepat untuk memulihkan status quo atau lebih baik lagi.”
Pengendalian
mutu pada dasarnya merupakan suatu alat yang diperlukan dalam mencapai tujuan.
Willian M.Lindsay(1997:5) menyatakan:Control, thefore, is doing whatever is
needed to accompliss what we want to do as an organization. Secara
lebih rinci pengendalian mutu dirancang untuk:
(i)
Provide routine and consistent check to ensure data integrity, correctness, and
completeness
(ii).
Identify and address errors and omissions;
(iii).Document
and and archive inventory material and record all QC activities.(dalam
IPCC2007:)
c. Proses Pengendalian Mutu
Pengendalian
tidak bisa dipisahkan dengan perencanaan. Pimpinan membuat rencana, dan rencana
tersebut merupakan standar, artinya sejumlah kegiatan dapat dilakukan dan dapat
diukur atau dinilai dengan membandingkan standar dengan kegiatan yang
dilakukan. Sistem dan teknik-teknik pengendalian dapat dikembangkan dari
perencanaan yang telah diibuat. Pada pengendalian merupakan suatu propses
karena terdiri dari rangkaian kegiatan yang sistematis, J.M.Juran
(1988:165) menyatakan pengendalian mutu sebagai proses manajemen yang
didalamnya kita:1) mengevaluasi kinerja nyata, 2).membandingkan kinerja nyata
dengan tujuan dan 3) mengambil tindakan terhadap perbedaan. Kegiatan
pengendalian dilakukan untuk menjaga agar proses kegiatan berjalan sesuai
dengan rencana, sehingga tujuan bisa tercapai.Hal ini mengingat tidak selama
perilaku personil atau berbagai peristiwa dapat mendukung sesuai dengan harapan
atau rencana yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut N.S.Sukmadinata (2006:52)
proses pengendalian mutu meliputi:1) perencanaan, yaitu menyusun tujuan dan
standar, 2). Pengukuran performansi nyata, 3). Membandingkan performansi hasil
pengukuran dengan performansi standar, 4) memperbaiki performansi. Pendapat
yang hampir sama juga dikemukakan oleh Boone and Kurtz (dalam Turney1992:242)
mengemukakan empat tahap pengendalian:
a)
Establish performance standars based on organisational goals,
b)
Monitor actual performance,
c)
Compare actual performance with planned performance,
d)
Take corrective action, if necessary.
Memperhatikan
langkah-langkah pengendalian mutu di atas, jadi pada dasarnya dalam setiap
system pengendalian mutu mempunyai empat komponen, hal ini sebagaimana
dikemukakan oleh N.Syaodih (2006) yaitu:
1. alat
pengamatan yang menditeksi, mengamati dan mengukur atau menguraikan
kegiatan-kegiatan yang dikendalikan.
2. alat
penilai yang mengevaluasi unjuk kerja dari suatu kegiatan.
3. alat
modiifikasi perilaku untuk mengubah unjuk kerja jika diperlukan
4. alat
untuk menyebarluaskan informasi kea lat lain.
Keberhasilan
kepala sekolah atau pentgawas dalam pelaksanaan pengendalian mutu, selain harus
melakukannya secara sistematis, juga ada beberapa pra kondisi yang harus
diperhatikan dan dipenuhi oleh sekolah. Kondisi ini diwujudkan dalam bentuk
sikap, komitmen dan pemikiran dari semua unsure yang terlibat dalam
penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Menurut Nanang F dan Ali(2006) pra
kondisi yang harus dipenuhi sekolah, antara lain:
- mengubah pola piker sekolah sebagai unit produksi menjadi unit layanan jasa
- memfokuskan perhatian pada proses secara sistematik.
- menerapkan pola pemikiran/strattegi jangka panjang
- mempunyai komitmen yang kuat pada mutu
- mementingkan pengembangan sumber daya manusia.
Kepala
sekolah atau pimpinan pendidikan lainnnya dalam melaksanakan pengendalian mutu
dapat melakukan beberapa cara, salah satu cara yang banyak digunakan dalam
pelaksanaan pengendalian mutu adalah model Certo (dalam Sofyan Syafri 2001)
yang meliputi (1) pre control-Feedfowerd, yang control yang dilakukan sebelum
pekerjaan dimulai, misalnya untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu hanya
memilih guru-guru yang memiliki kompetensi yang baik. (2) Concurrent Contrtol,
yaitu pengendalaian dilakukan sejalan dengan pelaksanaan pekerjaaan, dan (3)
Feedback Control, yaitu mengadakan penilaian atau pengukuran, dan perbaikan
setelah kegiatan dilakuka
n.
n.
Sasaran
Pengendalian Mutu Pendidikan
Dalam
tingkat operasional kelembagaan sekolah, sasaran pengendalian mutu ditujukan
pada aspek input pendidikan, proses dan output atau hasil pendidikan. Menurut
Djajuli (dalam Nanang dan Ali (2006) substansi pengawasan pendidikan secara
educative adalah: (a) pengawasan implementasi kurikulum, pengajaran, pemahaman
guru terhadap kurikulum, penjabaran guru terhadap teknik penilaian, penjabaran
dan penyesuaian kurikulum (b) pengawasan kegiatan belajar mengajar. Sedangkan
menurut Syaodih (2006) bidang pengendalian ditujukan pada biding utama
pendidikan, yaitu kurikulum, bimbingan siswa serta manajemen pendidikan. Bidang
kurikulum berkaitan dengan perumusan tujuan pendidikan, bahan ajar, proses
pengajaran, serta evaluasi, baik secara keseluruhan program pendidikan di
sekolah maupun untuk setiaop bidang studi. Bidang bimbingan siswa berkaitan
denngan program pembinaan siswa dan bimbingan dan konseling, sedangkan bidang
manajemen berkaitan dengan upaya pengaturan dan pemanfaatan segala sumber daya
dan dana pendidikan yang ada di sekolah. Bidang ini mencakup manajemen
personil, siswa, sarana dan prasarana, fasilitas pemndidikan biaya dan kerja
sama dengana masyarakat atau pihak luar
sekolahj. Ketiga bidang ini mempunyai arah sasaran yang sama, yaitu perkembangan siswa secara optimal.
sekolahj. Ketiga bidang ini mempunyai arah sasaran yang sama, yaitu perkembangan siswa secara optimal.
Kesimpulan
Pengendalian
merupakan salah satu fungsi manajemen. Kegiatan ini dilakukan untuk menilai dan
memberikan perbaikan-perbaikan terhadap kinerja guru atau personil
lainnya yang terlibat dalam proses pendidikan untuk menjamin bahwa kegiatan
tersebut terlaksana sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Tujuan
pengendalian adalah untuk melakukan pengukuran dan perbaikan agar apa yang
telah direncanakan dapat tercapai secara optimal. Sesuai dengan konsep mutu
dalam pendidikan yang mneliputi unsure input-proses-output. Maka pengendalian
terhadap mutu pendidikan juga diarahkan pada aspek input, proses dan output.
Secara lebih rinci pengendalian terhadap mutu pendidikan ditujukan pada
aspek kurikulum pembelajaran, pembinaan murid dan aspek manajemen sekolah yang
berkaitan dengan pengaturan sumber daya dan dana pendidikan seperti: personil,
siswa, sarana dan fasilitas, biaya dan kerjasama sekolah dengan
masyarakat. Ketiga bidang sasaran ini semuanya mengacu pada pengembangan
kompetensi siswa secara optimal. Pengendalaian merupakan suatu proses
sistematis, yang terdiri dari merencanakan (menyusun tujuan dan standar
performansi), pengyukuran performansi nyata, membandingkan performansi dan
melakukan perbaikan.
Daftar Bacaan
Abdul Tholib
(2009) Strategi Implementasi Kerbijakan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah dengan Pendekatan MMT, Penerbit Dewa Ruci Bandung.
Arcaro,Jerome
(1995) Pendidikan Berbasis Mutu, Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Isikawa
(1998) Pengendalian Mutu Terpadu,
Mitra,Amitava
(2001) Fundamentals of Quality Control and Improvement Second Edition,Prentice
Hall,Upper River,New Jersey.
Nanang
Fattah dan Mohammad Ali (2006) Manajemen Berbasis Sekolah, Penerbit Universitas
Terbuka.
Nana Syaodih
(2006) Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah, Penerbit Refika Aditama,
Bandung.
Sabur
A(1998) Pengendalian Mutu Pendidikan Tinggi, Thesis Tidak Diterbitkan IKIP
Bandung
Sallis,Edward
(1993) Total Quality Management, London. Kogan Page.
Sofyan Safry
(2001) Sistem Pengawasan Manajemen, Penerbit Quantum Jakarta.
Umaedi
(1999) Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Ditjen Dikdasmen Depdiknas.
Endang
Herawan adalah Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan